Minggu, 27 April 2008

Cintaku//…. Aku rindu kamu……!!!

Aku masih berumur 16 tahun saat kuletakkan baju, Tshirt, celana panjang, celana pendek, kaos kutang bulukan yang kupakai sore, malam atau tidur siang kedalam tas berukuran sedang berwarna hitam. Tak ketinggalan sabun mandi yang masih berbungkus warna merah putih kami biasa bilang merk liboi (lifeboy), Sikat gigi, dan minyak rambut andalan anak esempe jaman dulu “Tancho”. Semua kujejalkan gak beraturan dalam bag hingga susah untuk dikancingkan. Tak ada sedu sedan selayaknya orang yang ingin pergi sebagaimana dalam sinetron – sinetron kita, maklum bapak masih diladang sibuk dengan sawah sempit kami yang mau panen. Adik –adikku lagi sekolah… ini adalah perjalanan pertamaku meninggalkan cintaku untuk waktu yang lama. Aku juga tak berharap banyak untuk kemesraan sebuah perpisahan seperti tangisan atau buraian air mata. Tooh aku cuman pergi sejauh 4 jam perjalanan dengan bus antar kota dalam propinsi yang sampai saat ini masih teringat jelas warna tulisan itu.” ISNASARI JAYA ANTAR KOTA DALAM PROPINSI” dipojok belakang sebelah kiri bus itu.

Ku pakai sepatu kasogi warna hitam itu, sepatu kelas tiga pemberian kakak untuk sekolah yang masih lumayan bagus buat jalan dari pada pake sandal kata kakakku sewaktu mengatakannya’ padahal aku tahu dalam hatinya ia ingin mengatakan “aku belum mampu membelikan sepatu yang baru Wan..,!!.. masih banyak kepentingan lain selain hanya sebuah sepatu,. Aku hanya tersenyum memikirkan itu, buat apa gengsi..!!! bagi keluarga kami rasa gengsi merupakan urutan ke 6666 . lalu apa yang nomor 1? Ibuku memberi pelajaran yang utama adalah kesahajaan dan nrimo dengan pemberian yang ada… “Le.. wonk urip iku kudu nrimo, gak usah kakean polah… tapi yo kudu iktiar,…” kata –kata itu sering mampir ketelinga yang konon kata ibu, aku terlalu mucil dalam keluarga ini. (aaah ibuku yang agung kau kembali keharibaan yang maha agung terlalu cepat) dirumah yang lumayan panjang saat ini pukul 09.00 wita. Aku sendiri, tersenyum getir. Aku akan pergi cintaku.. aku akan pergi, dan hati kecilku mengatakan ini langkah kecilku perdana untuk benar – benar pergi dan entah kapan aku benar – benar kembali..
Cintaku…. Aku berdiri didepanmu namun aku membelakangimu. Dengan kaos warna abu – abu celana jeans tak bermerk, sepatu kasogi warna hitam dan minyak rambut tancho. Tas ransel warna hitam itu belum kuletakkan dipundak rapuhku.
Cintaku… ijinkan aku sejenak memandang indahnya dunia dimana aku dibesarkan, dimana aku bisa mengeja tiap sudut – sudut ruangmu, dimana aku bisa mengejawantahkan kata – kata bijak ibuku yang agung yang telah meninggalkanku dua tahun lalu dengan ketegaran anak kecil, dimana aku dapat membaca kasih sayang yang dalam dari ayahku dalam diamnya. Dimana aku bermain, berlari, bekerja, berteriak, diam, sembunyi dan menangis. Semua itu hartaku yang kau berikan untukku. Semua itu adalah harta yang gak akan terbayarkan dalam kisah hidup dan umurku cinta….!!!
Cintaku,… Biar kusaksikan satu persatu pepohonan yang sedari dulu memberiku keteduhan dan kedamaian. Dikanan kiri itu ada pohon randu yang rindang.. tiap tahun menghasilkan buah kapuk, semakin tua buah hijau itu menghitam dan mengeluarkan sesuatu yang lembut, Cintaku, jika engkau mengerti dan memahami dan ku tentu yakin dan memahami bahwa ketika sesuatu yang lembut berwarna putih yang keluar dari buah randu yang berterbangan itu mengingatkan kita pada salju, namun itu salju di daerah tropis tiga belas derajat lintang selatan.
Pohon mangga didepan itu cinta… berapa nilai yang telah diberikan dalam riak – riak perjalanan waktu ini, disitulah aku mampu sedikit memberi dari ranum kuning dan manis buah mangga, layaknya penderma budiman saat kupeluk dan kupanjat dengan semangat dan dinantikan oleh teman, tetangga, saudara ketika mendongakkan kepala mengharapkan jatuhnya sang ranum ketika ku diatasnya. Walau terkadang semut merah meradang karena terusik dengan kecongkakanku menerobos setiap jengkal kekuasaannya. Walau kadang semut hitam membuat merah dan bengkak kulit sensitifku.
Lihat pula duri – duri salak itu cinta…!!! Duri penghidupanku, duri yangmemberiku semangat dan memberiku bekal selama aku bersekolah. Duri yang tajam namun tak menyakitkan dijiwaku yang selalu lapar akan sesuatu yang baru. Dari celah duri hitam itu cinta… kutambang berjenjang – jenjang piala raja yang kelak akan selalu kurindu, dari piala raja itu kumampu berdiri sejajar sekarang ini, dari celah duri tajam itu cinta.. ini benar, dan ini nyata…!!! Senyata manusia merasakan cinta pertamanya. Kadang aku ingin merasakan kembali tajam duri yang dahulu tak sengaja melukai tangan rapuhku hingga berdarah, aku tak menyesal darah pernah keluar dari duri itu karena aroma piala raja yang keluar dari celah – celah tajam itu mengingatkanku pada aroma kesturi dan harumnya kuntum melati.
Cintaku…. Biarlah kuhayati sejenak aroma persahabatan yang pernah kurasakan selama ini, persahabatan para anak petani kere dengan daki menggunung disekujur leher, ketiak dan pangkal paha. Memberi warna cerah ilalang tua yang terbakar, namun tunas baru itu memberi makanan lezat bagi sapi – sapi kami. Juga memberi berbagai permainan unik dan menarik. Persahabatan dan kejahilan para remaja tanggung mencuri kelapa muda, mencuri jagung, atau kacang tanah di ladang – ladang kami juga. Kecerobohan dan kenakalan kami merupakan warna yang sempat kusimpan dan kurekam dalam harddisk otak kiriku yang cenderung semakin melemah…
Cintaku… biarlah kupandang sejenak lalu – lalang orang lewat dan menegurku dengan teguran persahabatan dan persaudaraan.. karena dijalan ini aku akan meninggalkanmu. Aku benar – benar akan berlalu cintaku, sepuluh menit lagi…. !!!
Kuangkat tas ranselku, kutatap engkau lekat – lekat cintaku, ku berpamitan dalam bathin untuk bapakku yang tentunya disengaja meninggalkankanku pagi ini karena ketidaktegaannya melihatku pergi…. Aku mengerti bapak menyayangiku dengan diam…
Hingga kini……………….!!!
Sembilan tahun cinta… aku meninggalkanmu, walau sesekali aku pulang menengok kesederhanaanmu, namun itu tak membuatku puas, karena aku ingin abadi bersamamu, setidaknya hatiku menyatu dalam keabadian cintamu….
Sembilan tahun cinta.. engkau tetap tegak mematung membaca fenomena perkembangan keluarga kami, dengan tetap kesahajaan yang kau berikan... cinta yang akan lekang dan retak, seiring semakin rapuhnya engkau dimakan rayap dan digerogotin tikus, di hujani hujan dan dipanaskan mentari…
Rumah cintaku…. Engkau cinta keempat yang dapat kuungkapkan setelah ibu, bapak dan keluargaku…
Cintaku… kadang aku rindu… rindu suara orang yang mengatakan… “ iku arek satus rongpuluh kidul iku tooo…??? Terlalu istimewa orang mengatakan itu buatku…..

Selasa, 22 April 2008

Ingkar....!!!

Panasnya gurun ini boleh saja dibayangkan dalam film – film laga atau dokumentasi – dokumentasi. Namun panasnya gurun pasir ini tak pernah aku alami dengan nyata dalam benak fikiranku yang sempit. Aku tahu cuman tahu bahwa digurun pasir itu teramat kering dan panas. Kehidupan melata yang ada adalah kadal , ular atau entah apapun itu yang kutahu konon cukup tahan dengan ganasnya udara gurun. Tapi siang ini aku terkapar tak berdaya.Tertelungkup menahan dahaga yang tak terperi. Muka kering kerontangku tertelungkup dalam pasir yang sangat panas. Untuk membalikkan badan menghadap kecongkakan mentaripun aku tak mampu. Kulitku yang sebelumnya kuning lansat sawo matang menjadi kering, terkelupas dan menghitam atau mungkin biru lebam. Kenapa aku bisa sampai disini batinku tanpa daya. Padahal malam tadi aku masih bercengkrama dengan botol – botol bir dan alunan music kafe yang menghentak – hentak. Ditemani penyanyi – penyanyi seksi yang memamerkan kemulusan dan keindahan paha, belahan ranum buah dada yang seolah – olah menantangku untuk kujamah dengan rakus dan bernafsu. Masih kuingat pula teman – teman yang setengah teller memangku seorang gadis dan bercengkrama seolah dunia hanya dia dan gadis dalam pangkuannya. Masih jelas pula tegukan – keras itu dengan hangat membasahi kerongkonganku di dalam ruangan yang dingin dan penuh asap rokok. Tak ada nama tuhan ataupun hantu disini. Semua nyata senyata kesenang – senangan kami menghumbar nafsu yang konon kata orang – orang berkotbah adalah nafsu setan. Entah sudah berapa juta uang yang tertarik dari kartu kredit kami secara bergantian seiring pindah – pindahnya kami dari satu kafe ke kafe lain, dari satu diskotek ke diskotek yang lain. Tak ada rasa sayang ataupun eman untuk berteguk – teguk minuman yang membuat fikiran melayang.

Padahal untuk sekedar melemparkan uang ribuan ke pengemis dipinggir jalanpun tak pernah kami lakukan. Semua bulsyeeet kata kami. Tak ada yang baik dalam hidup ini, kenapa pula kita harus berlaku baik. Tapi itu adalah kisah tadi malamku, siang ini aku tergolek disebuah gurun yang tak kukenal dan aku tak berdaya. Malaikat maut seperti sudah melayang – layang dalam pancaran mentari yang terik dan menyengat. Tak ada fatamorgana yang sering dialami oleh orang – orang yang pernah melihatnya dan yang sangat kuharapkan saat ini untuk mengobati kepayahanku yang terangat sangat. Tak ada kehidupan lain selain seonggok tubuh yang konon adalah “manusia” yaitu aku sendiri, semua yang kulirik adalah pasir, pasir, pasir dan pasir panas. Dan kehidupan yang tersisa itu sendiri juga sudah mulai redup kehilangan keperkasaannya dan kesombongannya. Bertolak belakang dengan kesombongan dan sok keperkasaan semalam diatas ranjang empuk laknat wanita penghibur itu. Kata tuhan yang tak pernah kuucapkan dalam kehidupanku yang kuanggap sempurna ini lamat – lamat keluar dengan sendirinya. Aku malu “tuhan”..!!! pada semua kesombonganku, aku malu mengeluh padamu pada siang yang terik ini, aku malu atas semua yang pernah kuhadapi selama masa hitam kehidupanku sebelum hari yang sangat berat ini. Namun aku tak tahan tuhanku. Aku tak mampu menaggung penderitaanku, janganlah kau bunuh aku siang ini, janganlah kau cabut seonggok daging bernyawa namun tak berdaya ini. Aku juga masih takut akan neraka yang kau ancamkan dan pernah kudengar dimasa kecilku tuhan “kataku merintih pilu sepilu – pilunya. Berilah aku kesempatan kedua untuk mengulangi kehidupanku kejalan yang benar, aku tahu semua yang kulalui salah. Bukankah tuhan yang kukenal adalah tuhan yang maha pengasih dan penyayang? Kasih dan sayang yang tak akan habis buat mahkluknya tuhan…!!! Berilah aku kasih sayang itu, berilah aku semua yang pernah kudengar itu. Kasih sayangmu yang telah lalu memang telah kusia – siakan dengan percuma namun untuk kesempatan kedua ini. Tak sedetikpun akan kulupakan keagungan dan kebenaranmu hingga akhir hayatku. Biarlah kesia – siaanku masa muda yang telah kulewati kukubur dalam – dalam sedalam palung terdalam yang pernah diukur manusia. Aku berjanji tuhan, bahkan aku berani bersumpah atas namamu. Aku memang manusia yang tak tahu malu, namun bukankah engkau lebih tahu sifat mahluk ciptaanmu ini ? ampuni aku tuhan, ampuni aku tuhan, ampuni aku tuhan,… lirihan – lirihan itu semakin pelan dan menghilang, air mata yang sedikit mengalir keluar dari mataku dengan cepat menguap diterpa angin dan teriknya mentari, dunia juga telah mulai gelap dalam penglihatanku, semakin pekat dan aku hilang hingga ….
Aku tersadar, suara guyuran air shower membangunkan tidur lelapku, rasa pening akibat minuman yang kutegak semalam masih terasa, desiran dingin AC hotel itu tak kurasakan, akibat hawa panas minuman keras yang masih bekerja dalam sel – sel tubuh. Ranjang empuk itu menjadi saksi bisu kebinatangan kami sebagai mahluk laknat yang tak berterimakasih akan karunia tuhan. Tanpa berpakaian kumelangkah mengikuti suara air mengalir, mengikuti irama nafsuku yang mulai naik kembali….
tiada janji, tiada rintihan dalam gurun, apalagi kata tuhan dalam kamus hidupku, semua mimpi mengerikan itu menguap bersama uap panas yang dihasilkan dari pancuran shower kamar mandi hotel ini….
Lagi –lagi manusia lupa akan janji terhadap tuhannya..

(renungan dimalam yang sunyi dihari jumat)
Tarakan, april 2008

Selasa, 15 April 2008

Ku Ingin...........!!!

Aku Ingin..
Lebih Mengenalmu,
Bukan hanya dari sudut gelap Pohon mangga

Aku ingin
Lebih Mengenalmu,
Bukan hanya dari sudut angan dunia maya....!!!

Karena kuingin mengenalmu dengan Hati,
bukan dengan Nafsu

Kuingin
Engkau mengenalku,....
Bukan karena engkau dan aku sendiri,

Ku Ingin,
engkau mengenalku...,

Ku ingin
Aku lebih mengenalmu...

Sungguh,............!!!

Selasa, 08 April 2008

Yang indah disini ternyata senyummu......!!!

Jalanan itu belum kukenal ketika aku mengikuti saudaraku menuju arah kost – kostan sempit di daerah yang menurutku separuh kumuh, kepadatan jakarta memang tak bisa dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia terlebih di kalimantan yang relative masih sepi. Lorong sempit yang kulalui mengingatkanku pada kehidupan Jakarta yang selama ini hanya kulihat dan kudengar dari siaran televisi dimana sering terjadi banjir maupun seringnya antri minyak tanah. Tembok – tembok tinggi dan dipenuhi bekas poster calon kepala daerah yang lalu masih menyisakan slogan kampanyenya, lumut – lumut juga tak mau ketinggalan ikut meramaikan kehidupan tembok dan gang sempit yang kulewati. Grafiti – graffiti para kawula muda yang mungkin saja sedang mabuk ketika menorehkannya juga tak mau ketinggalan menjejali mataku akan perjalanan panjang di gang sempit ini. Pemuda bertampang preman, anak –anak dengan keluguan Jakarta dan gadis – gadis ikut meramaikan suasana. Ada anak muda yang sedang duduk, gadis yang mencuci baju anak kecil setengah telanjang merengek – rengek minta dibelikan es krim. Jangan Tanya drainase disini, air parit bercampur kertas dan kain bekas berwarna hitam tak karuan.di sudut – sudut gang. Ada juga penjual makanan semisal bakso, pempek dan lain – lain makanan Jakarta yang gak familiar di mataku.

Sekitar 10 menit sampai jugalah aku pada kamar kost yang dimaksud saudaraku tersebut. Rumah kost itu lumayan besar apabila bukan di gang sempit Jakarta, namun karena kawasan yang terlalu padat dengan bangunan – bangunan besar, maka bangunan tersebut kelihatan kecil dan biasa – biasa saja. Dengan tiga lantai dan sekitar 30 kamar kost dengan ukuran 3m x 3m yang berarti setiap lantai memiliki 10 kamar kost yang di pisahkan dengan gang sempit ditengahnya. Warna asli bangunan itu sebenarnya adalah warna hijau namun entah sudah berapa puluh tahun tak tersentuh bau cat, maka dindingnya seolah – olah tak pernah tersentuh oleh nyamannya bau cat baru. Kamar saudaraku di lantai bawah dan terletak pada petak nomor tiga sebelah kanan. “Tak ada keindahan disini.. bathinku” bagaimana mereka bisa betah dengan lingkungan yang sempit ini bathinku lagi. Tapi apabila sudah biasa mungkin saja bukan hal yang sulit. Sebagaimana dahulu aku pernah tinggal dikamar kost dengan ukuran yang sama selama satu tahun di tarakan namun bukan dalam gang yang sempit seperti disini. Kuletakkan tas dan laptopku, kurebahkan badanku pada kasur yang ada. Panasnya udara Jakarta sedikit terobati dengan kipas angin yang terus berputar dengan ngos- ngosan kecapean dimakan usia senja, lima menit kemudian aku terlelap hingga sore hari…
Pagi itu kubuka mataku dan kulihat jam tangan yang tergeletak disudut kasur “pukul 6 pagi” aku berguman sendirian, namun jam dinding kamar masih jam 5 pagi.. ahh.. kan beda satu waktu antara Indonesia tengah dan Indonesia barat. Kebisaanku bangun pagi keluar rumah menghirup udara segar dengan sesekali lompat – lompat atau sekedar lari – lari kecil dipinggir jalan raya tak dapat kulakukan.. daerah ini sangat – sangat tidak cocok untuk aktiitas olah raga, jangankan untuk berolahraga untuk bergerak aja susah banget kataku suatu ketika kepada saudaraku dengan gurauan. Panasnya suhu Jakarta di malam hari kurang menyenyakkan tidurku semalam.. kipas angin juga tak henti – hentinya berputar namun tak juga menghilangkan rasa gerahku dengan udara kering dan panas kota ini. Pagi itu aku sendiri di kamar kost ini, gak ada yang kulakukan. ingin sekedar jalan2 namun tak tahu harus jalan kemana, daerah ini terlalu asing buatku, alhasil buku – buku andrea hirata yang semalam kubeli dengan beringas kubaca… buku pertama andrea dengan laskar pelanginya menjadi buku wajib dan favoritku pagi hingga siang hari ini, maklum saudaraku lagi kerja yang gak mungkin ditinggalkan (maklum dijakarta harus disiplin, cari kerja susah.. apalagi jaman sekarang kata dia berargumen...) Buku tersebut cukup mengobati kekesalanku dengan pengap dan panasnya Jakarta. Dengan banyolan –banyolan ala andrea dan kisah –kisah sedih nya membuat aku terlena dan melupakan waktu yang seakan cepat beranjak siang. Kira – kira telah kulewati 200 halaman, hape sony ericson kesayangan berdering mendendangkan irama lagu harmony milik padi yang selalu menemaniku disaat – saat aku lagi sendiri seperti ini. sms di terima, segera kubuka dengan malas – malasan seolah tak ingin kubaca seiring dengan hanyutnya akan bacaan andrea yang menggelitik.. “ rupanya sms dari saudaraku yang meninggalkanku pagi ini dengan rutinitas kerjanya di Jakarta yang tak bisa ditinggalkan (beda banget dengan kerjaanku ya,,..) “Wan…” katanya dalam sms, ntar kita jalan – jalan kemonas yuuk? Atau keancol juga bagus, terserah kamu aja mau kemana… tapi aku bawa cewek temenku ya… gak malu kan? Kata smsnya menambahkan… aku tersenyum..”malu bathinku” emang kenapa harus malu enak lagi ada cewek he,,he,,, (selera sok Playboyku kambuh) bisa digombalin dan hidup terasa lebih indah dengan adanya wanita fikirku lagi. Segera terlupa sejenak buku digenggaman dan segera membalas sms dengan singkat dan gak padat..´( meniru istilah singkat dan padat milik khalayak ramai) asik lagi… kataku, malah enak nafsu playboyku bisa kambuh dan kutambahin simbol senyum dan ketawa lalu kukirim balik kedia.Pukul setengah dua belas kulirik jam didinding kamar, kuletakkan buku yang sedari pagi menemaniku dan kuraih handuk didalam tas, ku ambil pula sabun, shampoo sachetan, odol dan sikat gigi segera ku beranjak kekamar mandi, karena saudaraku tentu saja akan segera pulang dan mengajakku jalan. Selesai mandi selang tak berapa lama dugaanku benar, dia datang dengan membawa nasi padang yang kupesan pagi tadi sebelum dia berangkat kerja. Dengan rendang dan sambal kesukaanku kulahap dengan semangat karena rasa lapar yang sebelumnya tak kurasakan.. “mana cewek yang tadi di sms kataku penasaran” ya belom datang doonk katanya menjawab, “mungkin bentar lagi datang... dia juga bingung gak ada acara, dia bilang mending ikutan jalan katanya menambahkan.. “ emangnya temen kantor? Kataku. Cantikkah? Kataku dengan senyum jail penuh harap, dia hanya tersenyum simpul, “ntar liat aja sendiri..” katanya dengan ogah – ogahan dan segera pergi mandi.
Setengah jam kemudian ia yang kutunggu benar – benar datang, dengan tas khas cewek dipundak, dengan jaket warna kuning dipadu baju kaos warna merah muda yang dan celana panjang jeans warnahitam membuat aku sejenak terpana namun dengan tatapan seolah – olah cuek dan takmemperhatikannya, maklum jaga image, namun sesekali kulirik wajah manisnya dengan tatapan – tatapan sok cuek. Namun tak dapat kupungkiri dia teramat manis, gaya sok borjunya serta cara diaberbicara dengan saudaraku mengingatkan aku pada seseorang yang nun jauh disana yang sampaisaat ini menginspirasi hidupku akan arti persahabatan. Pada pertemuan yang belum terlalu lama aku belum mampu dan berani untuk lebih jauh memulai pembicaraan, cukup dengan sesekalimemandang wajah manisnya terasa sudah cukup untuk saat itu. Hingga perjalanan dengan buswaymemang aku tentukan untuk alat transportasi aku juga belum terlalu memulai pembicaraan. Saudaraku cukup mengerti bagaimana aku pengen naek busway, karena tentu saja di tarakan belumada dan naek taksi tentunya costnya juga lebih tinggi. Tujuan yang dipilih pada hari ini adalah monasdengan pertimbangan waktu yang sempit dan sudah menjelang sore. Tak ada kesan yang terlalumendalam yang kutorehkan kepadanya, hanya kata – kata biasa dan pembicaraan – pembicaraaniseng untuk lebih memper akrab suasana semisal gombalan – gombalan ringan bahwa pejalanan initeramat enak ditemani seorang gadis yang manis walaupun hanya dengan busway. Sepulang dariMonas kami sudah cukup kelelahan dan kembali keperaduan masing – masing dengan cerita dankenangan masing – masing serta perjanjian besok pagi ke Dufan...

Malam ini kuhabiskanwaktuku dengan laskar pelangi yang sempat tertunda......
Minggu pagi ini dia tetap datang dengan senyum manisnya yang sama, senyum yang membuatku terus ingin memandang jika saja tak ada orang yang peduli. Namun norma masyarakat tak memungkinkan aku melakukannya dan bisa saja membuat dia malu atau bahkan marah, karena hingga saat ini aku belum tahu siapa dia. Dia ( si Nona manis itu..) datang namun dengan busana yang berbeda tapi tak menghilangkan kesan manis, cantik dan borjuis. Dengan celana jeans biru, jaket kain warna coklat dan kaos berkerah warna biru muda cenderung keputih dan kerah biru selaras dengan kulit putih dan body proporsionalnya kami berangkat. Sampai kedufan udara panas jakarta menyengat kulitku yang kata orang – orang sih agak – agak hitam gitu he,,he,,, namun hal itu tak terlalu kurasakan.. aku juga sudah mulai akrab dengannya. Kadang kami membuat banyolan – banyolan seakan – akan telah mengenal lama dan cukup dekat. Aku juga mulai berani menggodanya serta dia juga sudah tak terlalu canggung denganku. Kadang karena takut aku nyasar (yang harusnya tak perlu ditakutkan ya... padahal hampir separuh wilayah negeri Indonesia ini pernah kujamah dengan ego avonturirku) dia memegang tanganku dengan sangat perhatiannya. Kadang juga sudah mulai menggelanjuti lenganku pada lengannya apabila dia lelah. Banyak wahana yang kami lewati berdua. Dari mulai wahana ekstrim tornado, arung jeram sampai wahana yang cukup romantis semisal boom – boom car (gimana nulisnya ya... bum2kar gitu ya?) dan istana boneka. Semua memberi kenangan tersendiri dalam benak dan fikiran kami masing –masing. Hari beranjak sore dengan cepat, ada satu wahana baru yang ingin dan akan kami coba namun terlalu banyak antrian, saudaraku dan temen satunya memutuskan untuk tak mengikuti langkah kami, alhasil dalam antrian panjang itulah aku dan dia bercerita panjang lebar dan mulai mengenal satu sama lain dengan lebih dalam. Namun ada satu yang harus diingat dalam hal ini kami tak lebih dan tak bukan hanya sebagai kawan, tanpa harapan dan keinginan apapun, hanya teman jalan disiang hari ini yang bisa membuat hidup lebih cerah dan indah... masih aku ingat gelanjut manjanya dalam lenganku atau pun perhatiannya terhadapku seakan – akan takut aku nyasar atau hilang dari kerumunan jakarta yang kejam. Ucapan Terima kasih sempat pula aku utarakan kepadanya atas kesediaaanya menemaniku dengan pertemanan yang singkat dan hari – hari yang relatif lebih baik ketimbang ngurung seorang diri dengan buku – buku andrea hirata yang terkenal.
Di pluit yang sempit dan tak ada keindahan itu ternyata senyummu adalah sesuatu yang terindah yang sempat kudapatkan walau hanya sejenak...
Besoknya aku memulai perjalanan dinas kantorku ke Blok M hingga seminggu di sebuah hotel dengan kenangan itu....
(Terima kasih temen manisku.....)
Jakarta 08 april 2008,