Rabu, 17 Desember 2008

Keringat


Barisan tiang – tiang kayu ulin itu berdiri tegak menghijau di kelilingi rambatan lada, ada yg terlihat rimbun bergerombol dan ada yang agak kurus dan kekuning – kuningan dimakan usia dari rambatan pohon lada itu sendiri. Mutiara merah manikam menghiasi setiap tonggak kayu ulin yang dijalari rambatan lada – lada, warna merah menyala tersebut tak lain merupakan buah lada yang siap dipetik. Sebuah keindahan alam desa yang tak memberikan ketengangan urat leher kita yang harus seharian berkutat didepan komputer, atau kekusutan rambut yang sering teracak – acak memikirkan beda angka – angka yang kadang terselip di barisan jalur – jalur microsoft excell. Sinar mentari pagi menyinari setiap helai daun yang menghijau. Seperti harus menaiki anak tangga secara perlahan sang mentari yang semula lembut di pagi itu kini mulai mencengkram lewat sengatannya yang hangat dan panas seiring dengan undakan anak tangga hayalan yang di lewati mentari menjelang siang.Seorang lelaki paruh baya tengah sibuk dengan ayunan cangkul berukuran sedang, dengan posisi sedikit jongkok dia terlihat menikmati pekerjaan itu, walau punggung tanpa baju tersebut legam mengkilat disengat mentari siang. Keringat tak henti – hentinya mengucur mencoba melawan sengatan mentari. Setiap ayunan cangkul tersebut memberikan irama yang serasi ketika harus beradu dengan tanah yang berumput tersebut. Tak terasa pengamatanku selama ini telah habiskan 3 batang rokok malboro, waktu berjalan lima belas menit ketika aku melamun menikmati keindahan yang kini jarang sekali aku lihat dengan nyata, sebuah fenomena kehidupan alam desa yang entah mungkin sepuluh tahun lalu aku tinggalkan. Ayunan cangkul lelaki paruh baya tersebut belum juga berhenti diantara rimbunan dan tonggak – tonggak lada, walau panas mentari semakin menyengat dan terik.
Fikiranku tertuju pada sosok orang yang kini ada di hadapanku ini, sosok yang sedari tadi kuamati dengan lamunan dan fikiran yang sedikit kagum dan salut, walaupun usiaku dan dia terpaut cukup jauh, namun cangkul yang sempat kupegang selama dua puluh limaan menit telah kulempar melayang sejauh lima meter ke belakang dengan teriakan dan ketawa kelelahan disambut ketawa pula oleh lelaki paruh baya tersebut. Telapak Tanganku juga telah mulai berair dan terasa perih.
Itulah sekelumit kisah kecilku waktu itu di bulan oktober, ketika dengan sok semangatnya aku ikut membersihkan kebun milik orang tuaku. Semangat pertama ketika masih pagi berangkat kekebun lada itu sangatlah tinggi (koyok iyo-iyone kalo org jawa bilang) namun ketika tangan udah mulai perih dan matahari sangat terik, semangat menjadi melempem dan lenyap menguap bersama keringat yang baru menetes beberapa kali. Apakah sosok separuh baya itu tidak merasa capek seperti aku? Tentu saja dia juga capek seperti halnya diriku, namun sebagai lelaki upahan tentu rasa capek tersebut seolah – olah menguap bersama panasnya mentari siang, atau berbayang dengan canda ketiga anak gadisnya yang masih remaja dirumah, atau mungkin rasa capek itu lenyap bersama banyang – bayang sang istri sedang menunggu uang lima puluh ribu yang dapat dia terima dari hasil jerih payahnya hari ini dibawah terik sinar mentari membersihkan rumput dibawah pohon lada milik kebun bapakku.
Masih terngingat jelas pembicaraan aku dengan bapak dua hari lalu, ketika kami sedang beristirahat di gubuk lima ratus meter dari tempatku bekerja hari ini, ketika sedang menikmati buah pepaya yang dipetik langsung dari pohonnya dan menikmati rokok serta tangan membolak – balik bara api yang sedang membakar jagung. Permbicaraan kumulai ketika kutanyakan apakah lek “fulan” itu gak capekkah pak? Tanyaku kepada bapak karena lek “Fulan”beberapa kali kuteriaki untuk beristirahat menikmati buah pepaya ranum yang baru kupetik dan ngisis (istilah merokok dikebun) namun hanya melemparkan senyum lalu melirik melihat ke arah mentari yang belum terlalu tinggi. Rupanya dia melihat posisi matahari untuk menetukan apakah telah waktunya istirahat atau belum. Sebuah aturan tak tertulis bagi mereka orang – orang upahan dikampung kami yang baru aku mengerti saat itu. Bahwa instirahat pertama adalah sekitar setengah sepuluh dan kemudian menjelang dzuhur baru beranjak istirahat kedua untuk makan siang. Sebuah aturan tak tertulis yang dipatuhi dan menjadi patokan hampir semua orang yang ada di dusun ini.
“Itulah namanya kerja .. wan” kata bapakku menimpali, keringat merakalah yang dibayar, kalo mereka gak berkeringat otomatis mereka juga dapat bayaran, kata bapakku menimpali lagi. Seandainya keringat mereka jadi tolak ukur kamu dalam bekerja maka kamu akan selalu jujur”, kata – kata bapakku meluncur begitu saja kearahku. Coba bayangin, seandainya engkau punya kesempatan untuk menilepkan uang kantor semisal seratus ribu, maka engkau telah meminum keringat seperti lek “fulan” tersebut selama 2 hari dia bekerja. Bayangin kalo engkau mengambil sejuta, dua juta, atau sepuluh juta. Maka berapa hari engkau ambil keringat dia??? Kata bapakku lagi. Sebuah perumpamaan yang diberikan bapakku sungguh sungguh menyentuhku kala itu, sebuah perumpamaan yang keluar dari seorang yang cuman mengeyam pendidikan rendah dan tak pernah mengerti administrasi perkantoran. Karena sepanjang hidupnya tak pernah memegang komputer ataupun mungkin mesin tik. Yang dia tahu hanyalah berita – berita korupsi ratusan bahkan milyaran rupiah yang menggeramkan hatinya. Sebuah perumpaan yang indah.
Alaaah bapak ini macem – macem aja” kataku, emang aku siapa? Emang mau nilep uang siapa? He,,he,, aku menimpali dengan canda,lha kerja sebagai tukang ketik kok mau nilep uang sih.. “Bukan begitu” kata bapak melanjutkan, seandainya engkau kelak mempunyai kesempatan maka selalu kau ingat tolak ukur yang ada di depanmu saat ini, tolak ukur yang jelas dan nyata. Naaaaah itu dia yang salah dengan bapak” kataku dengan canda.. makanya bapak gak pernah kaya…. He,,he,,he,, (dengan ketawa terbahak – bahak) namun mengamini dengan serius, walau kadang membathin bahwa aku manusia biasa…



Rabu, 10 Desember 2008

Melintasi Utara kalimantan timur….

Melintasi Utara kalimantan timur….
Anda belum pernah ke Kalimantan Timur?
Jika Pernah, Namun apakah anda pernah ke Kalimantan Timur bagian Utara?
Jika belum dan belum mengerti jalur yang ada, maka saya beri sedikit gambaran untuk dapat jalan – jalan ke utara kalimantan timur..
1. KeTarakan….
Tarakan merupakan kota tipe sedang yang giat – giatnya berkembang, ada beberapa alternatif untuk dapat mampir dan singgah ke Tarakan. Anda dapat menggunakan jalur Darat, laut maupun udara… Jika ingin lebih menantang perjalanan anda dapat menempuh perjalanan darat melalui Samarinda dengan Bis Jurusan Berau (tanjung Redep) dan tanjung Selor, lalu anda Dapat menggunakan speed boat untuk menyebrang Ke tarakan.. untuk fasilitas Hotel yang standart dan berkocek agak tipis jangan kuatir karena sebagi daerah transit yang cukup kompetitif dalam persaingan perhotelan maka anda diberi banyak pilihan untuk menginap.
Jika anda ingin melintasi Samudra dalam perjalanan. Anda dapat menggunakan alternatif jalur Laut yakni dengan menggunakan kapal PELNI yang ada, baik TIDAR, DOBONSOLO atau yang lainnya (sesuai keadaan) Kapal PELNi ini melintasi Pelabuhan Tarakan tiga kali dalam seminggu (jadwal yang pasti kurang dimengerti, maklum Cuma sekali mencoba lewat jalur ini)
Jalur Udara juga cukup representatif dan cukup nyaman apabila anda ada keperluan yang sifatnya mendesak dan perjalanan yang cepat. Pesawat udara selalu melakukan penerbangan ke Tarakan dengan Transit ke Balikpapan. Baik dari Medan, Pekan baru, Makassar, Jogja, maupun Surabaya atau Kota – kota lainnya di Indonesia

2. Ke Nunukan?
Nunukan, jika kita berbicara nunukan maka kita pasti terbayang dengan Malaysia, ya memang nunukan merupakan Pintu Gerbang Indonesia dengan Malaysia khususnya dengan Negara bagian Sabah. Ada beberapa alternatif untuk dapat ke Nunukan, bagi orang – orang Sulawesi selatan dan tengah biasanya jalur Laut merupakan jalur yang utama, Dengan menggunakan Kapal Pelni yang ada mereka bisa mencapai nunukan. Namun bagi anda yang ingin menggunakan jalur Udara juga tidak terlalu sulit. Yakni dengan menggunakan maskapai penerbangan Ke Tarakan lalu dilanjutkan ke Nunukan, atau setelah anda via Pesawat Udara Ke Tarakan anda bisa menggunakan Speedboat ke Nunukan melalui pelabuhan Tengkayu Tarakan (kira – kira 15 Menit Dari Bandara) yang dapat ditempuh menggunakan Taksi bandara atau ojek maupun angkot.
3. Ke Malinau…
Malinau, Kabupaten Konservasi di kalimantan Timur bagian Utara. Banyak alternatif bisa ditempuh untuk kesanabaik darat, laut maupun Udara. Jika Anda ingin nuansa daratan Kalimantan yang Eksotik (jalan yang kadang Rusak, kiri kanan jalan Ilalang atau berhutan he,,he,,) anda bisa menggunakan Bis Dari Samarinda ke Tenjung Redep/Tanjung Selor lalu dilanjutkan ke Malinau. Jika Anda menggunakan jalur Udara maka anda transit Katarakan dilanjutkan dengan menggunakan pesawat Perintis (Ex. MAF) menuju Malinau. Tau bisa juga dengan melanjutkan melalui jalur Sungai dengan menggunakan speed boat di Pelabuhan Tengkayu Tarakan.
4. Ke Tanjung Selor…
Sebagai Kabupaten Induk dengan Kota – kota di sekitarnya Tanjung Selor dapat di tempuh dengan jalur Darat dengan menggunakan Bis dari Pusat Ibukota Propinsi (Samarinda) atau menggunakan pesawat udara ke Tarakan dilanjutkan menggunakan speedboat di Pelabuhan Tengkayu Tarakan ke Tanjung Selor.
5. Ke Berau???
Berau relatif lebih dekat dengan Kalimantan Timur bagian selatan. Pilihan terbayak adalah menggunakan Bis Jurusan Samarinda Tanjung Redep, atau menggunakan Pesawat Udara ditemindung Samarinda ke Kalimarau Tanjung Redep.. nah di Berau ini ada Pulau Derawan jadi ………. Silahkan klik – klik di google pasti ada yang lebih jelas….

Sumber dari Pengalaman Pribadi……


Selasa, 02 Desember 2008