Selasa, 23 September 2008

aku mendukung RUU APP...!!!

Ketika seorang teman menanyakan kepadaku mengenai komentar tentang RUU APP maka dengan tegas kukatakan aku mendukung dengan RUU tersebut. Dia balik bertanya “apakah aku suka dengan penampilan cewek – cewek seksi yang berkeliaran dijalan- jalan kota ini? Maka dengan tegas tanpa tedeng aling –aling kukakatan bahwa aku juga menikmatinya. Dia boleh saja mendikteku dengan kata- kata muna dll.. namun dalam debat itu tetap saja aku dapat memberikan argument yang mengalahkan dia bahwa dukunganku itu proporsional dan cukup beralasan..
Ketika ditanya kepada diriku adanya dua kelompok penentang dan pendukung RUU APP tersebut maka aku dalam kelompok mana? (lagi - lagi menurut pendapat dia tentang klasifiksasi tersebut yang menentang dan mendukung.. kelompok penentang biasanya adalah kelompok yang mencerminkan dirinya kelompok penjaga budaya dan kelompok agama (dalam hal ini orang – orang islam putihan)) mendukung sepenuhnya adanya RUU APP tersebut. Maka dengan tegas kukatakan tidak ada kelompok– kelompok seperti yang dia katakan, terlalu sempit kukatakan kalau aku terkotak – kotak dengan pemikiran sempit orang – orang yang konon berpandangan luas seperti dia. Bagaimana tidak..!!! siapa yang berfikiran tentang pengkotakan tersebut? Adakah penelitian secara ilmiah bahwa yang mendukung adalah kelompok agama ekstrim dan penentang adalah kelompok budaya? Aku jawab dengan tegas bahwa aku bukan kelompok keduanya dan dua kelompok tersebut tidak ada dalam pandanganku dalam masalah iniArgumentku adalah bahwa aku berfikiran pragmatis dan praktis namun bukan berarti aku menghalalkan segala cara untuk hidupku.
Boleh jadi aku suka melihat cewek – cewek dengan tubuh seksi, namun apakah aku muna bila kukatakan aku mendukung RUU APP tersebut? Jika kita secara manusia kebanyakan dari golongan yang sepertiku yang berfikiran (sok) pragmatis dan (sok) proporsional maka akan sangat wajar.. Jika ada, kenapa gak dilihat? Lha wong keliaran dijalan–jalan kok,. Trus kalo ada aturan yang membuat suatu sistem lebih baik kenapa tidak!!! Bukankah kita hidup punya tugas dan tujuan. Tugas kita adalah menciptakan dunia ini lebih nyaman dan tujuan kita adalah kenyaman itu sendiri. Trus kenapa kalo gitu ndukung RUU APP tersebut?? Kilahnya lagi dengan senyum sinis dan sedikit senyum kemenangan. Apa jawabku? Balik kutanya ke padanya…” kita buat pengandaian.. kataku . “ seandainya adikmu atau ibumu berkelakuan gak nggenah apakah engkau gak malu? Atau istrimu atau anakmu berpenampilan seronok apakah engkau akan membiarkannya atau akan menegurnya? Kataku lebih lanjut… dia hanya mesam – mesem gak mau mengakui kebenaran yang kukatakan. Orang barat yang konon menggagungkan kebebasanpun akan marah jika anaknya berbuat demikian.
Sebagai orang beradab entah itu orang timur atau orang barat (menurutku gak ada bedanya) kita punya norma kesopanan, apakah ada yang tau artinya kesopanan disini? Bukannya sok pinter atau keminter menurut penafsiran yang dangkal seperti pemikiranku ini, norma kesopanan adalah norma dimana kita bisa membedakan kepatutan, kepatutan disini adalah bisa membedakan waktu dan tempat secara jelas. Kita bisa telanjang namun telanjang itu sepatutnya adalah ketika kita sedang mandi (kontek yang jelas yang lain boleh difikirkan lebih jauh asal patut, sebagimana asas kesopanan ini he,,he,,) namun apabila kita telanjang di jalan umum tentu saja meresahkan bukan?? Dalam Norma kesusilaan pun kita bisa berfikir dengan hati nurani kita, apakah patut kita telanjang didepan umum? Tentu bagi orang yang berhati nurani (kalo tidak gila) akan merasa malu dengan mengumbar aurat kita dikhalayak umum, “tapi kalo orang barat yang berpenampilan seksi itu pank” katanya selanjutnya , bahkan ada yang bertelanjang segala seperti di pantai kuta dll.. apakah dia gak beradap.?? Dia balik menyerangku.. boleh jadi menurut orang barat itu tidak mengganggu orang lain, namun apakah anda tidak terganggu dengan penampilannya? Apakah anda dapat berlaku cuek bebek? Kalo sok cuek iya… lha wonk aku juga beberapa kali singgah ke Bali, mencoba mengamati kelakuan diriku dan orang – orang disekelilingku yang lagi – lagi kukatakan sok cuek bebek dengan tingkah polah mereka. Aku katakan padanya bahwa cobalah kita berfikiran positif, kita semenjak dulu setelah jaman reformasi selalu berfikiran untuk mengkritik, dengan mencari kelemahan – kelamahan orang lain, cobalah kita sejenak berfikir jernih bahwa bagaimana dengan diri kita? Apakah dengan kritikan yang kadang ngawur kita bisa terima? Dan dengan kritik itu seandainya ditujukan kepada orang lain apakah dia juga menerimanya apabila kita sendiri tidak menerima? Itu semua harus kita fikirkan.
Lahirnya RUU APP tersebut tentunya diatar belakangi oleh orang – orang yang berfikiran jernih (bukan orang yang berfikiran ngeres yang kadang sengaja diputar balikkan oleh orang – orang yang berfikiran (sok) seni dan embel – embel lain – lain yang ngawur dan gak mendasar) akan keadaan generasi muda kita yang kian vulgar dengan mengesampingkan nilai – nilai moral agama dan adat yang katanya adat ketimuran. Aturan tersebut tentunya jangan dimakan secara mentah dan bulat – bulat. Dalam ilmu hukum tentu saja tidak seperti itu. Kita tahu dalam ilmu hukum ada istilah penafsiran hukum. Dalam hukum tentu hakim akan berfikir dengan logika yang masuk akal. Tidak akan sama penafsiran hukum antara orang yang berkemben atau berkoteka dengan orang yang sengaja mengumbar auratnya. Apakah sama orang yang memegang pisau di dapur dengan orang yang memegang pisau di stasiun kereta api? Tentu saja kita punya akal dan logika yang jelas. Manusia diberi kelebihan bisa memilah dan memilih, kita tidak diberi pilihan putih dan hitam saja. Kita diberi banyak warna untuk memilih bukan? Kita pernah mendengar bahwa yang di takutkan manusia bukan bagaimana komputer dapat berfikir seperti manusia tapi yang ditakutkan adalah apabila manusia dapat berfikiran seperti komputer, dimana yang ada hanya “yes dan No” lalu dimana arti tafsir? Dimana abu – abu yang kadang merupakan jalan tengah? Disinilah kebanyakan orang beranggapan tentang RUU APP ini, dia tidak memberikan keluwesan dalam arti luas, dia hanya saklek menagtakan bahwa RUU APP mengangkangi budaya..!! lalu yang di kangkakangi budaya yang mana? Apakah budaya di larang disini? Mari kita telaah lagi, apakah budaya kemben disini di larang? Apakah berkoteka di larang disini? Tidak dalam penafsiran hukum tidak seperti itu. Lalu kenapa kita harus mengakui hukum adat disamping hukum positif yang ada? Bukankah hukum adat masih diakui di negeri ini? Apakah adat budaya di kangkangi ketika hukum positif di jalankan? Tentu tidak bukan…!!!
(Apabila kepastian hukum di kaitkan dengan keadilan, maka akan kerap kali tidak sejalan satu sama lain. Adapun hal ini di karenakan di suatu sisi tidak jarang kepastian hukum mengabaikan prinsip- prinsip keadilan dan sebaliknya tidak jarang pula keadilan mengabaikan prinsip-prinsip kepastian hukum.Kemudian apabila dalam prakteknya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, maka keadilan lah yang harus diutamakan. Alasannya adalah bahwa keadilan pada umumnya lahir dari hati nurani pemberi keadilan sedangkan kepastian hukum lahir dari sesuatu yang konkrit) Yahya AZ Keadilan Hukum VS Kepastian Hukum
Disini dijelaskan bahwa memang timbulnya peraturan atau undang – undang adalah untuk menciptakan kepastian hukum, namun diatas segalanya hakekat dari sebuah hukum adalah untuk menciptakan keadilan sejati dari semua proses yang ada. Demikian juga dengan RUU APP timbul, untuk memberikan kepastian hukum bahwa ada orang – orang tertentu yang sengaja memanfaatkan pornografi dan pornoaksi untuk tujuan tertentu, disinilah fungsi hukum, untuk keadilan bagi kita semua.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Saya kok ga ngerti maksud anda. Kayaknya anda memang benar-benar muna.