Selasa, 22 April 2008

Ingkar....!!!

Panasnya gurun ini boleh saja dibayangkan dalam film – film laga atau dokumentasi – dokumentasi. Namun panasnya gurun pasir ini tak pernah aku alami dengan nyata dalam benak fikiranku yang sempit. Aku tahu cuman tahu bahwa digurun pasir itu teramat kering dan panas. Kehidupan melata yang ada adalah kadal , ular atau entah apapun itu yang kutahu konon cukup tahan dengan ganasnya udara gurun. Tapi siang ini aku terkapar tak berdaya.Tertelungkup menahan dahaga yang tak terperi. Muka kering kerontangku tertelungkup dalam pasir yang sangat panas. Untuk membalikkan badan menghadap kecongkakan mentaripun aku tak mampu. Kulitku yang sebelumnya kuning lansat sawo matang menjadi kering, terkelupas dan menghitam atau mungkin biru lebam. Kenapa aku bisa sampai disini batinku tanpa daya. Padahal malam tadi aku masih bercengkrama dengan botol – botol bir dan alunan music kafe yang menghentak – hentak. Ditemani penyanyi – penyanyi seksi yang memamerkan kemulusan dan keindahan paha, belahan ranum buah dada yang seolah – olah menantangku untuk kujamah dengan rakus dan bernafsu. Masih kuingat pula teman – teman yang setengah teller memangku seorang gadis dan bercengkrama seolah dunia hanya dia dan gadis dalam pangkuannya. Masih jelas pula tegukan – keras itu dengan hangat membasahi kerongkonganku di dalam ruangan yang dingin dan penuh asap rokok. Tak ada nama tuhan ataupun hantu disini. Semua nyata senyata kesenang – senangan kami menghumbar nafsu yang konon kata orang – orang berkotbah adalah nafsu setan. Entah sudah berapa juta uang yang tertarik dari kartu kredit kami secara bergantian seiring pindah – pindahnya kami dari satu kafe ke kafe lain, dari satu diskotek ke diskotek yang lain. Tak ada rasa sayang ataupun eman untuk berteguk – teguk minuman yang membuat fikiran melayang.

Padahal untuk sekedar melemparkan uang ribuan ke pengemis dipinggir jalanpun tak pernah kami lakukan. Semua bulsyeeet kata kami. Tak ada yang baik dalam hidup ini, kenapa pula kita harus berlaku baik. Tapi itu adalah kisah tadi malamku, siang ini aku tergolek disebuah gurun yang tak kukenal dan aku tak berdaya. Malaikat maut seperti sudah melayang – layang dalam pancaran mentari yang terik dan menyengat. Tak ada fatamorgana yang sering dialami oleh orang – orang yang pernah melihatnya dan yang sangat kuharapkan saat ini untuk mengobati kepayahanku yang terangat sangat. Tak ada kehidupan lain selain seonggok tubuh yang konon adalah “manusia” yaitu aku sendiri, semua yang kulirik adalah pasir, pasir, pasir dan pasir panas. Dan kehidupan yang tersisa itu sendiri juga sudah mulai redup kehilangan keperkasaannya dan kesombongannya. Bertolak belakang dengan kesombongan dan sok keperkasaan semalam diatas ranjang empuk laknat wanita penghibur itu. Kata tuhan yang tak pernah kuucapkan dalam kehidupanku yang kuanggap sempurna ini lamat – lamat keluar dengan sendirinya. Aku malu “tuhan”..!!! pada semua kesombonganku, aku malu mengeluh padamu pada siang yang terik ini, aku malu atas semua yang pernah kuhadapi selama masa hitam kehidupanku sebelum hari yang sangat berat ini. Namun aku tak tahan tuhanku. Aku tak mampu menaggung penderitaanku, janganlah kau bunuh aku siang ini, janganlah kau cabut seonggok daging bernyawa namun tak berdaya ini. Aku juga masih takut akan neraka yang kau ancamkan dan pernah kudengar dimasa kecilku tuhan “kataku merintih pilu sepilu – pilunya. Berilah aku kesempatan kedua untuk mengulangi kehidupanku kejalan yang benar, aku tahu semua yang kulalui salah. Bukankah tuhan yang kukenal adalah tuhan yang maha pengasih dan penyayang? Kasih dan sayang yang tak akan habis buat mahkluknya tuhan…!!! Berilah aku kasih sayang itu, berilah aku semua yang pernah kudengar itu. Kasih sayangmu yang telah lalu memang telah kusia – siakan dengan percuma namun untuk kesempatan kedua ini. Tak sedetikpun akan kulupakan keagungan dan kebenaranmu hingga akhir hayatku. Biarlah kesia – siaanku masa muda yang telah kulewati kukubur dalam – dalam sedalam palung terdalam yang pernah diukur manusia. Aku berjanji tuhan, bahkan aku berani bersumpah atas namamu. Aku memang manusia yang tak tahu malu, namun bukankah engkau lebih tahu sifat mahluk ciptaanmu ini ? ampuni aku tuhan, ampuni aku tuhan, ampuni aku tuhan,… lirihan – lirihan itu semakin pelan dan menghilang, air mata yang sedikit mengalir keluar dari mataku dengan cepat menguap diterpa angin dan teriknya mentari, dunia juga telah mulai gelap dalam penglihatanku, semakin pekat dan aku hilang hingga ….
Aku tersadar, suara guyuran air shower membangunkan tidur lelapku, rasa pening akibat minuman yang kutegak semalam masih terasa, desiran dingin AC hotel itu tak kurasakan, akibat hawa panas minuman keras yang masih bekerja dalam sel – sel tubuh. Ranjang empuk itu menjadi saksi bisu kebinatangan kami sebagai mahluk laknat yang tak berterimakasih akan karunia tuhan. Tanpa berpakaian kumelangkah mengikuti suara air mengalir, mengikuti irama nafsuku yang mulai naik kembali….
tiada janji, tiada rintihan dalam gurun, apalagi kata tuhan dalam kamus hidupku, semua mimpi mengerikan itu menguap bersama uap panas yang dihasilkan dari pancuran shower kamar mandi hotel ini….
Lagi –lagi manusia lupa akan janji terhadap tuhannya..

(renungan dimalam yang sunyi dihari jumat)
Tarakan, april 2008

Tidak ada komentar: