Minggu, 27 April 2008

Cintaku//…. Aku rindu kamu……!!!

Aku masih berumur 16 tahun saat kuletakkan baju, Tshirt, celana panjang, celana pendek, kaos kutang bulukan yang kupakai sore, malam atau tidur siang kedalam tas berukuran sedang berwarna hitam. Tak ketinggalan sabun mandi yang masih berbungkus warna merah putih kami biasa bilang merk liboi (lifeboy), Sikat gigi, dan minyak rambut andalan anak esempe jaman dulu “Tancho”. Semua kujejalkan gak beraturan dalam bag hingga susah untuk dikancingkan. Tak ada sedu sedan selayaknya orang yang ingin pergi sebagaimana dalam sinetron – sinetron kita, maklum bapak masih diladang sibuk dengan sawah sempit kami yang mau panen. Adik –adikku lagi sekolah… ini adalah perjalanan pertamaku meninggalkan cintaku untuk waktu yang lama. Aku juga tak berharap banyak untuk kemesraan sebuah perpisahan seperti tangisan atau buraian air mata. Tooh aku cuman pergi sejauh 4 jam perjalanan dengan bus antar kota dalam propinsi yang sampai saat ini masih teringat jelas warna tulisan itu.” ISNASARI JAYA ANTAR KOTA DALAM PROPINSI” dipojok belakang sebelah kiri bus itu.

Ku pakai sepatu kasogi warna hitam itu, sepatu kelas tiga pemberian kakak untuk sekolah yang masih lumayan bagus buat jalan dari pada pake sandal kata kakakku sewaktu mengatakannya’ padahal aku tahu dalam hatinya ia ingin mengatakan “aku belum mampu membelikan sepatu yang baru Wan..,!!.. masih banyak kepentingan lain selain hanya sebuah sepatu,. Aku hanya tersenyum memikirkan itu, buat apa gengsi..!!! bagi keluarga kami rasa gengsi merupakan urutan ke 6666 . lalu apa yang nomor 1? Ibuku memberi pelajaran yang utama adalah kesahajaan dan nrimo dengan pemberian yang ada… “Le.. wonk urip iku kudu nrimo, gak usah kakean polah… tapi yo kudu iktiar,…” kata –kata itu sering mampir ketelinga yang konon kata ibu, aku terlalu mucil dalam keluarga ini. (aaah ibuku yang agung kau kembali keharibaan yang maha agung terlalu cepat) dirumah yang lumayan panjang saat ini pukul 09.00 wita. Aku sendiri, tersenyum getir. Aku akan pergi cintaku.. aku akan pergi, dan hati kecilku mengatakan ini langkah kecilku perdana untuk benar – benar pergi dan entah kapan aku benar – benar kembali..
Cintaku…. Aku berdiri didepanmu namun aku membelakangimu. Dengan kaos warna abu – abu celana jeans tak bermerk, sepatu kasogi warna hitam dan minyak rambut tancho. Tas ransel warna hitam itu belum kuletakkan dipundak rapuhku.
Cintaku… ijinkan aku sejenak memandang indahnya dunia dimana aku dibesarkan, dimana aku bisa mengeja tiap sudut – sudut ruangmu, dimana aku bisa mengejawantahkan kata – kata bijak ibuku yang agung yang telah meninggalkanku dua tahun lalu dengan ketegaran anak kecil, dimana aku dapat membaca kasih sayang yang dalam dari ayahku dalam diamnya. Dimana aku bermain, berlari, bekerja, berteriak, diam, sembunyi dan menangis. Semua itu hartaku yang kau berikan untukku. Semua itu adalah harta yang gak akan terbayarkan dalam kisah hidup dan umurku cinta….!!!
Cintaku,… Biar kusaksikan satu persatu pepohonan yang sedari dulu memberiku keteduhan dan kedamaian. Dikanan kiri itu ada pohon randu yang rindang.. tiap tahun menghasilkan buah kapuk, semakin tua buah hijau itu menghitam dan mengeluarkan sesuatu yang lembut, Cintaku, jika engkau mengerti dan memahami dan ku tentu yakin dan memahami bahwa ketika sesuatu yang lembut berwarna putih yang keluar dari buah randu yang berterbangan itu mengingatkan kita pada salju, namun itu salju di daerah tropis tiga belas derajat lintang selatan.
Pohon mangga didepan itu cinta… berapa nilai yang telah diberikan dalam riak – riak perjalanan waktu ini, disitulah aku mampu sedikit memberi dari ranum kuning dan manis buah mangga, layaknya penderma budiman saat kupeluk dan kupanjat dengan semangat dan dinantikan oleh teman, tetangga, saudara ketika mendongakkan kepala mengharapkan jatuhnya sang ranum ketika ku diatasnya. Walau terkadang semut merah meradang karena terusik dengan kecongkakanku menerobos setiap jengkal kekuasaannya. Walau kadang semut hitam membuat merah dan bengkak kulit sensitifku.
Lihat pula duri – duri salak itu cinta…!!! Duri penghidupanku, duri yangmemberiku semangat dan memberiku bekal selama aku bersekolah. Duri yang tajam namun tak menyakitkan dijiwaku yang selalu lapar akan sesuatu yang baru. Dari celah duri hitam itu cinta… kutambang berjenjang – jenjang piala raja yang kelak akan selalu kurindu, dari piala raja itu kumampu berdiri sejajar sekarang ini, dari celah duri tajam itu cinta.. ini benar, dan ini nyata…!!! Senyata manusia merasakan cinta pertamanya. Kadang aku ingin merasakan kembali tajam duri yang dahulu tak sengaja melukai tangan rapuhku hingga berdarah, aku tak menyesal darah pernah keluar dari duri itu karena aroma piala raja yang keluar dari celah – celah tajam itu mengingatkanku pada aroma kesturi dan harumnya kuntum melati.
Cintaku…. Biarlah kuhayati sejenak aroma persahabatan yang pernah kurasakan selama ini, persahabatan para anak petani kere dengan daki menggunung disekujur leher, ketiak dan pangkal paha. Memberi warna cerah ilalang tua yang terbakar, namun tunas baru itu memberi makanan lezat bagi sapi – sapi kami. Juga memberi berbagai permainan unik dan menarik. Persahabatan dan kejahilan para remaja tanggung mencuri kelapa muda, mencuri jagung, atau kacang tanah di ladang – ladang kami juga. Kecerobohan dan kenakalan kami merupakan warna yang sempat kusimpan dan kurekam dalam harddisk otak kiriku yang cenderung semakin melemah…
Cintaku… biarlah kupandang sejenak lalu – lalang orang lewat dan menegurku dengan teguran persahabatan dan persaudaraan.. karena dijalan ini aku akan meninggalkanmu. Aku benar – benar akan berlalu cintaku, sepuluh menit lagi…. !!!
Kuangkat tas ranselku, kutatap engkau lekat – lekat cintaku, ku berpamitan dalam bathin untuk bapakku yang tentunya disengaja meninggalkankanku pagi ini karena ketidaktegaannya melihatku pergi…. Aku mengerti bapak menyayangiku dengan diam…
Hingga kini……………….!!!
Sembilan tahun cinta… aku meninggalkanmu, walau sesekali aku pulang menengok kesederhanaanmu, namun itu tak membuatku puas, karena aku ingin abadi bersamamu, setidaknya hatiku menyatu dalam keabadian cintamu….
Sembilan tahun cinta.. engkau tetap tegak mematung membaca fenomena perkembangan keluarga kami, dengan tetap kesahajaan yang kau berikan... cinta yang akan lekang dan retak, seiring semakin rapuhnya engkau dimakan rayap dan digerogotin tikus, di hujani hujan dan dipanaskan mentari…
Rumah cintaku…. Engkau cinta keempat yang dapat kuungkapkan setelah ibu, bapak dan keluargaku…
Cintaku… kadang aku rindu… rindu suara orang yang mengatakan… “ iku arek satus rongpuluh kidul iku tooo…??? Terlalu istimewa orang mengatakan itu buatku…..

Tidak ada komentar: